-->

Surat Terbuka untuk Menteri Sosial, { Ibunda Khofifah Indar Parawansa }

Surat Terbuka untuk Menteri Sosial

Indonesia, 11 Juli 2016

Kepada Yth; Menteri Sosial Republik Indonesia Ibunda Khofifah Indar Parawansa 
Di –
DKI Jakarta

Dalam nuansa fitri, saya awali surat ini dengan mengucapkan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H’ seraya berdoa agar setiap kebaikan yang telah kita lakukan memiliki arti dan nilai yang baik pula dalam kehidupan masyarakat maupun di sisi Nya yang Kuasa. Tak lupa dengan penuh harap saya berdoa agar ibunda dan kita semua tetap diberi kesehatan dalam menjalankan amanah serta tanggung jawab masing-masing.

Ibunda yang tercinta, ingin rasanya bertemu langsung untuk berdiskusi, meminta klarifikasi dan menjemput inspirasi, tapi hanya coretan ini yang dapat mewakili. Semoga baris huruf yang membentuk kalimat demi kalimat tak mengurangi makna pesan yang ingin kami sampaikan.

Pertama sekali, mengatasnamakan rekan seperjuangan di Program Keluarga Harapan (PKH) khususnya Sumatera Utara, saya sampaikan terimakasih kepada Ibunda yang terus mengembangkan program ini baik secara kualitas maupun kuantitas. Berbagai perubahan kebijakan PKH yang kita kenal dengan sebutan ‘new insiatif PKH’ serta terget kepesertaan 6 Juta di tahun ini kiranya cukup menunjukkan komitmen Bunda dalam menanggulangi kemiskinan nasional. Dan hal ini tentunya patut diapresiasi.

Namun demikian, ditengah apresiasi tetap perlu koreksi. Dan dengan penuh hormat beberapa poin berikut kami sampaikan kepada Ibunda sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kebijakan yang telah ada serta menentukan langkah dalam mengambil kebijakan berikutnya. Hal ini kami sampaikan tak lain dalam semangat bersama untuk terus mengembangkan pelaksanaan PKH. Adapun point dimaksud saya kemas dalam dua subjudul berikut;

1. Pendamping PKH Ujung Tombak di Ujung Tanduk 
Seperti yang sering digaungkan, PKH adalah program unggulan Kemsos dalam upaya memutuskan mata rantai kemiskinan di Indonesia, dan Pendamping PKH merupakan ujung tombak pelaksanaan program unggulan tersebut. Akan tetapi Bunda, hal yang sangat memilukan atau bahkan memalukan bagi kami adalah ketika tugas kami yang dianggap sebagai UJUNG TOMBAK justru berbanding terbalik dengan perhatian/pandangan terhadap status kami yang berada di UJUNG TANDUK.
Ujung Tanduk? Ya Bunda, kami merasa bahwa status kami di Ujung Tanduk.

Bagaimana tidak, ketika hampir seluruh pekerja di Indonesia sibuk menghitung besarnya THR yang didapatkan sebagai tunjangan dalam berhari raya di setiap tahunnya, kami yang dianggap sebagai UJUNG TOMBAK pelaksanaan PKH ini justru TIDAK PERNAH sekalipun merasakan apa artinya THR. Angin segar memang sempat kami rasakan ketika datang kabar gembira bahwa Gaji 13 untuk PKH akan dibayarkan sebagai THR. Hal ini semakin menjanjikan sebab infonya Gaji 13 dimaksud telah dianggarkan dan SPM juga sudah diterbitkan.

Namun Bunda, bak menari di atas air, lenggok tak sempat penari pun tenggelam. Jangankan menerima Gaji 13 yang telah sangat lama diharapkan, bahkan tidak sedikit rekan kami sesama pendamping yang bahkan (sampai surat ini ditulis) belum menerima Gaji untuk bulan Juni, hingga akhirnya lebaran pun ‘gigitjari’. Sedih, itu pasti Bunda, mengingat Asa (Gaji 13) yang hanyut ditepian masa. Tapi kami tetap bersabar dan tegar. Sebab begitu lirik mars PKH (mari sadari bangsa ini besar, harus dibangun oleh orang-orang TEGAR) yang kerap kami nyanyikan dan dengan sendirinya menempah jiwa kami.

Bunda, kesedihan yang baru saja kami sampaikan tidak lagi terlalu kami risaukan. Toh bukan kali pertama bagi kami tanpa THR saat berlebaran. Dan pula kalaupun benar tunjangan itu telah dianggarkan, kami percaya Kementerian yang Bunda pimpin PASTI akan merealisasikannya. (masih saja berharap, hehe).

Bunda yang kami cintai....
Kendati menyedihkan, tapi jujur bukan ‘tanpa THR’ yang kami anggap memilukan dan memalukan, melainkan alasan-alasan yang disampaikan terkait pembatalan pembayaran Gaji 13 sebagai THR. Alasan ‘Tidak Ada Payung Hukum Pembayaran THR PKH’ adalah alasan yang menurut saya tidak tepat. Bukan dalam kapasitas saya untuk menyebutkan UU atau PP mana saja yang bisa dijadikan dasar hukum pembayarannya, saya kira pihak terkait di Kementerian tahu persis hal tersebut. Akan tetapi jika memang masih dianggap belum ada payung hukum, saya kira tidak salah jika Bunda instruksikan pihak terkait untuk membaca kembali UU NO 5 tahun 2014 beserta PP penjelas UU tersebut.

Bunda, kami dianggap ujung tombak pelaksana PKH yang orientasinya mewujudkan keluarga CERDAS, tapi kenapa kami seakan-akan dibodoh-bodohi terkait persoalan regulasi “TIDAK ADA PAYUNG HUKUM PEMBAYARAN TUNJANGAN”? Jika ini adalah imbas pemotongan anggaran yang dirasakan beberapa Kementerian pada APBN.P, kenapa tidak katakan sejujurnya? Jangan ada dusta diantara kita, apalagi sampai terkesan pembodohan.

Bunda tercinta, yang kemudian semakin memilu dan memalukan bagi kami adalah ketika diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jaminan Sosial Keluarga, No. 626/LJS.JSK.TU/07/2016 tanggal 1 Juli 2016. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pembayaran tunjangan terhadap Pendamping dan Operator PKH tidak bisa dilakukan karena tidak masuk dalam kategori; Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan.

Bunda, dalam kacamata awam saya, ada 2 kemungkinan kenapa hal ini bisa dituliskan dalam Surat Edaran tersebut;

Pertama, Si pembuat surat sedemikian ‘bodohnya’ sehingga mencoba menyamakan Pendamping dan Operator dengan Supir, Satpam, dan Petugas Kebersihan untuk mencoba mencari payung hukum. Bukankah sudah jelas PPPK (termasuk pendamping dan Op PKH) diatur dalam UU No. 5 2015 ?? 
Kedua, Pendamping dan Operator PKH dengan tugas yang menurut setiap agama adalah tugas mulia, dianggap sedemikian rendah / hina di mata Kementerian Sosial, khususnya pihak yang terkait langsung menerbitkan Surat tersebut.

Terus terang Bunda, kami marah dan tersinggung jika ternyata sedemikian rendahnya kami dianggap. Kami yang dianggap sebagai ujung tombak pelaksana PKH di lapangan, yang berpanas terik mendampingi warga dan melakukan pembinaan, yang dengan setia menangani pengaduan (saya kira tak perlu terlalu panjang di sini, karena Bunda sendiri yang suka blusukan tentu juga tau yang kami rasakan di lapangan), ternyata dianggap tidak lebih dari sekedar security, petugas bersih atau pengemudi. Kami yang dianggap UJUNG TOMBAK PROGRAM kini BERADA di UJUNG TOMBAK PERHATIAN. Bukankah pantas kami meradang Bunda? Oleh sebab itu, dengan segala hormat kami mohonkan kepada Bunda agar pihak terkait bisa memberikan penjelasan atas hal tersebut dan meminta maaf jika memang keliru.

2. Pendamping PKH; Demi Keluarga Miskin untuk Menjadi Miskin
Bunda kami, Khofifah Indar Parawansa yang tercinta. Pada dasarnya inti Surat ini telah saya sampaikan. Namun ditengah kesempatan ini, izinkan kami menyampaikan usulan terkait Pendamping, hari ini dan bagaimana hari esok.

Bunda, sampai saat ini dengan jujur kami katakan bahwa tugas sebagai pendamping masih-masih sangat kami cintai. Ada pengalaman, inspirasi, motivasi dan semangat yang kami dapatkan dalam setiap pelaksanaan tugas pendampingan. KSM dengan segala adat budaya, sifat dan karakternya setiap hari memberikan pelajaran berharga dan menambah keluarga bagi Kami. Menyelematkan atau melepaskan mereka dari garis kemiskinan merupakan kebanggan dan prestasi yang tiada terkira nilainya. Begitu hari ini Bunda. 

Akan tetapi bagaimana dengan hari esok Bunda? Sebagai sebuah program dengan tujuan yang telah ditentukan, tentu akan ada masa bagi PKH untuk tiba pada titik pencapaian. Lantas bagaimana nasib kami para pendamping dan operator yang telah mengabdikan segenap usianya terhadap PKH? Tidak sedikit rekan juang kami yang mengabdi di PKH sejak 2007 hingga kini usia semakin menua. Terus terang Bunda, kami khawatir melihat nasib rekan-rekan yang telah senior. Khawatir jika suatu saat PKH telah sampai pada titik pencapaiannya, lalu berhenti. Tentu akan sulit bagi rekan-rekan senior kami untuk mencari pekerjaan lain dengan usia yang mulai menua. Kami para junior, yang baru bergabung 1 atau 3 tahun terakhir tentu tidak takut melangkah, karena pengalaman PKH adalah hal mewah yang membuat kami gagah. Tapi sekali lagi, kami khawatir akan rekan-rekan senior yang telah mengabdi lama dan usia mulai menua. Ke khawatiran kami Bunda adalah kalau setelah pencapaian tinggi mereka mengangkat Keluarga Miskin keluar dari kemiskinannya, selanjutnya merekalah yang akan terjun bebas dalam jurang kemiskinan.

Sekali lagi Bunda, Kami, Saya khususnya khawatir akan nasib kawan-kawan senior yang mulai menua.

Bunda tercinta, oleh sebab itu dengan tidak bermaksud menuntut (karena kami tau diri dan sadar akan kontrak yang kami tanda tangani) kami berharap agar Kementerian Sosial di bawah kepemimpinan Bunda bisa mempertimbangkan nasib pendamping PKH di hari esok. Kalau boleh mengusulkan, Kemsos dapat mengangkat pendamping dan operator menjadi PNS berdasarkan masa kerja dengan prioritas usia yang mulai menua untuk mengisi formasi kepegawaian baik di pusat maupun daerah. Bukankah hal serupa ini telah dilakukan Kemenkes dalam pengangkatan tenaga kesehatan dan Kemendiknas dalam mengangkat tenaga pendidikan? Kiranya tak salah pula jika Kemsos melakukan hal serupa dengan mengangkat pula pekerja sosial sebagai pegawai. Bukankah lebih baik jika formasi di lingkungan Kemsos di isi oleh mereka yang sudah malang-melintang di lapangan sosial?

Bunda, jujur bahwa kegelisahan ini murni atas nama rekan-rekan senior yang sejak awal di PKH dan kini mulai menua, bukan keinginan pribadi karena ambisi. Toh secara pribadi dengan usia yang masih cukup muda, saya lebih tertarik menjadi politikus, entah-entahbisa sampai pada posisi menggantikan Bunda. Hee...

Bunda Kami tercinta, dalam keheningan malam saya tuliskan surat ini, berharap ‘tangan tuhan’ bisa membawanya sampai kepada Bunda dan berharap ‘tangannya’ pula mengetuk hati Bunda.
Atas waktu yang mungkin Bunda luangkan ditengah kesibukan, Kami Ucapkan terima kasih.

Hormat Kami, An. Pendamping dan Operator PKH M RIZAL A

4 Responses to "Surat Terbuka untuk Menteri Sosial, { Ibunda Khofifah Indar Parawansa }"

  1. seperti itu memang benar...kita selalu berdoa dan berharap terus menerus semoga tuhan mengabulkan segala do,a amin

    BalasHapus
  2. seperti itu memang benar...kita selalu berdoa dan berharap terus menerus semoga tuhan mengabulkan segala do,a amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Doa dan ikhtiar bang. Allah ga akan merubah suatu kaumnya. Kalau kaumnya sendiri yg merubah. Artinya selain berdoa kita juga harus berjuang bang

      Hapus
  3. Sya pribadi sepakat bhwa seseorang apbla berjuang akan menuai hasil yg diharapkan slmat berjuang utk sukses...

    BalasHapus

terimakasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel